Restoran Halal Jualan Bir?


Beberapa kali, saat kami (baca: saya dan suami) makan di restoran halal di Jepang, tiba-tiba terbawa lagi ke obrolan yang mempertanyakan

“Kenapa semua restoran halal tetap menjual minuman keras seperti bir, wine, sake, dan sebagainya?”

dan biasanya berlanjut dengan tebak-tebakan seperti “mungkin biar orang Jepang tetap datang”, “mungkin kalo nggak jualan begituan nggak bisa dipakai buat nomikai*”, dan “mungkin bukan mereka yang jual, tapi cuma titipan dari pihak lain”.

Pertanyaan ini tentu saja ada karena minuman keras tidak boleh diminum muslim, pihak yang seharusnya menjadi konsumen utama restoran-restoran halal di sebuah negeri asing. Tuntunan tentang perlakuan terhadap minuman keras pun berbeda dengan cara memperlakukan makanan haram lainnya seperti babi, bangkai, atau darah. Jika yang lainnya masih bisa sampai ‘disentuh’, lain halnya dengan minuman keras. Khusus untuk perkara satu ini, berinteraksi dengannya saja sama sekali tidak diperbolehkan. Jadi, bagaimana mungkin pemilik restoran halal yang muslim (ada juga soalnya yang punya orang Jepang) justru menyediakan menu minuman keras untuk pelanggannya? 🙄

Di Jepang, minuman keras memang sudah menyatu sebagai gaya hidup masyarakatnya. Dari yang mulai kadar alkoholnya rendah dan bisa diminum bergelas-gelas sampai yang kadar alkoholnya tinggi dan diminum segelas aja udah bisa bikin teler, semuanya bisa dicari dengan mudah di toko-toko. Bagi mereka yang doyan minum, malah kalo lagi ke luar kota atau luar negeri gitu, satu agenda pentingnya adalah membeli sake di pusat oleh-oleh karena konon sake tiap daerah punya ciri khas masing-masing. Dengan demikian, memang terlihat seolah impossible jika ada sebuah restoran yang berani menyatakan FREE ALCOHOL (eh.. FREE KHAMR ding yang benar), walaupun mungkin ada. Karena meskipun seperti tadi saya bilang bahwa muslim harusnya jadi konsumen utama, tetap aja yang paling banyak datang pasti orang Jepang (iya lah namanya juga penduduk pribumi..). Entah dengan alasan apa, mau restoran Indonesia kek, restoran India, restoran Pakistan, restoran Arab, restoran Iran, restoran Turki.. baik pemiliknya muslim maupun bukan, semuanya yang sudah kami tahu dan pernah datangi, menyediakan bir dan kawan-kawannya :neutral:.

Selain perkara restoran, ada juga cerita muslim Indonesia yang bekerja paruh waktu di kombini**. Karena beliau seorang yang taat dan tidak mau berinteraksi dengan botol-botol minuman beralkohol di toko, beliau pun meminta izin kepada bos agar diperbolehkan untuk mengurus apa saja kecuali rak bagian benda-benda itu. Oke, pasti akan panjang ceritanya jika kita melihat ranah pekerjaan yang lain. Bellboy hotel, pelayan toko, pelayan restoran, bartender, dan sebagainya yang ada di mana-mana, bukan hanya di Jepang, tentu akan menjadi pertanyaan juga :smile:.

Baiklah, tanpa berpanjang kata lagi, sekarang mari kita kembali ke “perlakuan khusus” tadi. Perlakuan apa yang dimaksud? Tak lain tak bukan adalah dari hadits Rasulullah SAW yang melengkapi penjelasan tentang larangan Allah dalam Al Qur’an soal halal-haram makanan-minuman. Beliau bersabda tentang 10 golongan yang dilarang kegiatannya dalam hal minuman keras. Pada kesempatan kali ini, kebetulan saya akan mengambil contoh penjelasan hadits tersebut dari ustadz M. Quraish Shihab. Saya suka pemaparan beliau karena beliau selalu menyampaikan pendapat banyak ulama dari berbagai golongan, jadi sikap kita bisa seimbang. Berikut penuturan beliau.

Pertanyaan seorang hamba Allah:

Selama ini saya membuka warung yang antara lain menjual minuman keras. Saya sendiri tidak meminum minuman tersebut. Persoalannya, apakah kegiatan saya itu haram dan apakah keuntungan yang saya peroleh dari penjualan itu haram, dan jika haram dapatkah saya sedekahkan untuk pembangunan masjid, atau amal sosial lainnya?”

Jawaban pak ustadz:

Al Qur’an secara tegas menilai minum minuman keras sebagai salah satu aktivitas setan yang harus dihindari oleh kaum Muslim. Melalui minuman keras dapat timbul permusuhan karena peminumnya tidak dapat mengontrol diri akibat mabuk. Larangan tersebut bukan hanya ditujukan kepada yang meminumnya, tetapi semua yang terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengannya. Rasulullah SAW. mengutuk perihal minuman keras hingga sepuluh hal:

  1. pemerasnya,
  2. peminumnya,
  3. pemberinya minum (orang lain),
  4. pengantarnya,
  5. yang diantar kepadanya,
  6. penjualnya,
  7. pembelinya,
  8. yang memberikannya kepada orang lain, dan
  9. pemakan harganya.
  10. lihat keterangan di bawah

Demikian Anas bin Malik sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.

Ini berarti walaupun Anda tidak meminumnya, kegiatan Anda menjual dan menyediakan barangnya tetap terlarang. Saya tidak mengetahui ada seorang ulama pun yang membenarkan jual beli minuman keras walaupun penjualnya tidak meminumnya. Sepakat seluruh ulama menyangkut hal ini , baik keempat mazhab fiqih Sunni yang populer maupun Syi’ah (Zaidiyah atau Imamiyah), demikian juga mazhab Ibadhiyah. Oleh karena itu, Anda wajib untuk segera menghentikan penjualan minuman keras. Insya Allah, rezeki Anda akan dapat diperoleh dari jalan lain asalkan Anda giat berusaha.

Adapun bersedekah dengan hasil penjualan minuman keras atau dari segala macam yang haram, maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama menyatakan tidak sah dan tidak diterima Allah SWT berdasarkan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah yang baik-baik dari hasil usahamu…” (Al Baqarah: 267) dan berdasarkan pula pada sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik” (HR. Muslim melalui Abu Hurairah).

Akan tetapi, mayoritas ulama berpendapat bahwa seorang Muslim bila mendapatkan dengan cara apa pun harta yang haram, maka menjadi kewajibannya untuk mengembalikan kepada pemiliknya jika dia mengetahui sang pemilik. Bila si pemilik telah wafat, maka diserahkan ke ahli warisnya. Akan tetapi, jika tidak lagi dikenal siapa pemiliknya, maka harta tersebut harus disedekahkan untuk kepentingan sosial. Pandangan ini berdasarkan peristiwa yang dialami Rasul ketika dihadiahkan kepada beliau makanan yang terbuat dari kambing yang “disembelih tanpa izin pemiliknya”. Beliau bersabda, “Berilah makanan ini kepada tawanan perang”. Logika juga dapat membenarkan pandangan ini karena kalau tidak, akan diapakan harta yang diperoleh dari kegiatan haram itu? Imam al-Ghazali membantah para ulama yang melarang menyedekahkan harta haram. Beliau menulis dalam bukunya, al-Ihya’, “Memang itu terlarang apabila yang bersedekah mengharapkan ganjarannya. Namun, kebolehan bersedekah di sini adalah untuk menghindar dari haram yang ada di tangan. Demikian, wallahu a’lam.

(Sumber: Buku 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda ketahui)

No.10 yang hilang
Ternyata, pada tulisan asli tanya-jawab di atas, entah pak ustadz kelupaan satu atau redaksinya yang salah ketik, hanya tertulis sembilan golongan. Untuk lebih jelasnya, berikut saya tuliskan hadits aslinya:

Rasulullah SAW melaknat tentang arak, sepuluh golongan: (1) yang memerasnya, (2) yang minta diperaskannya, (3) yang meminumnya, (4) yang membawanya, (5) yang minta dihantarinya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang makan harganya, (9) yang membelinya, (10) yang minta dibelikannya.” (HR. Tarmizi dan Ibnu Majah)

Kata bercetak tebal di atas adalah golongan yang mungkin terlupa disebut dalam penjelasan Quraish Shihab.

Tentu saja, saya berasumsi bahwa dari sekian banyak aktor di balik berdirinya banyak restoran halal di sini, pasti sudah ada pihak restoran yang tahu soal hukum jual beli minuman keras dalam Islam, tapi yang tetap jadi pertanyaan adalah “Apa pertimbangannya mereka melakukan itu? Dasar hukum mana yang dipakai? Pendapat ulama mana yang dirujuk?”. Sungguh kami ingin tahu. Jika ada pembaca yang tahu jawabannya, mohon disampaikan di kolom komentar.

Sekian. Sesungguhnya yang salah datang dari saya, yang benar dari Allah ta’ala.

——
*nomikai: budaya Jepang, pesta, minum-minum, biasanya sepulang kerja
**kombini: mini market, berasal dari kata convenient store

sign

Leave a comment

4 Comments

  1. Rasulullah SAW. mengutuk perihal minuman keras hingga sepuluh hal:

    Sepuluh?
    Yang satu lagi apa?

    Reply
    • Hehehe, baru nyadar juga kalo cuma 9 soalnya waktu itu ngetiknya buru-buru dan nggak dicek lagi.. ternyata setelah dicocokin sama sumber aslinya, emang cuma ada 9!!! waduh.. kayanya kurang “yang minta diperaskan” deh. Udah saya tambah hadits aslinya sekarang. Makasih ya buat koreksinya ^_^

      Reply
  1. Tentang Mengabaikan Informasi « .:creativega:.
  2. Tentang Mengabaikan Informasi : Inspirasi Muda

Wait! Don't forget to leave a reply here.. :D