[Diary Haji] Hari #14 – Ziyarah Madinah


Ahad, 20 Oktober 2013 (15 Dzulhijjah 1434H)
Sambungan dari cerita hari ke-13: [Diary Haji] Hari #13 – Perjalanan ke Madinah

Teman-teman jemaah akhwat asal Indonesia membawa pulang kabar tentang cara masuk ke Raudhah pagi ini setelah ikut salat Subuh berjamaah di Masjid Nabawi. Ada beberapa kloter dalam sehari, tapi pria dan wanita dibedakan waktunya, jadi cuma 2x aja kloter yang feasible kami ikuti, kata mereka. Duh, saya salat di masjid aja belum bisa, apalagi memikirkan kapan masuk Raudhah. –> kelanjutannya akan dibahas di episode berikutnya

Berbeda dengan tur kota Mekkah sebelum haji yang merupakan sebuah kejutan bagi kami karena tidak diberitahukan oleh agen sebelumnya, tur kota Madinah tentu sudah menjadi ekspektasi saya dan mungkin banyak jemaah lainnya. Ya iyalah.. kan Madinah itu identik dengan jalan-jalan, bahkan juga belanja 😛

Meskipun badan sedang lemas luglai lesu tak karuan akibat flu, saya tidak punya pilihan lain untuk tidak ikut. Selain bakal sendirian di hotel, belum tentu nanti ada kesempatan kedua untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Madinah, pikir saya. Maka, saya pun berangkat dengan mengumpulkan sisa-sisa semangat sambil berharap dapat tempat duduk yang enak di bus (PS: waktu tur kota Mekkah kursinya kurang jadi kami berbagi kursi dengan jemaah lain, dua kursi diisi tiga orang!). Alhamdulillah terkabul.. tapi ya tiap kali turun naik bus rasanya berat banget. Hehe.

Bukit Uhud

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah bukit bekas lokasi perang Uhud sekitar 1400 tahun yang lalu. Bukitnya sendiri hanya bisa kami lihat di kejauhan, tapi pengunjung masih bisa naik ke Jabal Rumah yang merupakan tempat Rasulullah SAW berada untuk memposisikan pasukan dan menginstruksikan untuk tidak bergerak ketika perang Uhud berlangsung. Subhanallah.bayangkan betapa kerennya kalo bisa berdiri di situ juga! Namun, apa daya saya nggak punya tenaga buat napak tilas mendaki ke sana. Waktu kunjungan kami pun sedikit.

Mount Uhud and Jabal Rumah. Bukit Uhud dan Jabal Rumah (gunung yang kecil dinaiki para pengunjung) dari kejauhan, foto diambil dari dalam bus.

Jabal Rumah view

Di lokasi wisata ini seingat saya selain dua landmarks Bukit Uhud dan Jabal Rumah tadi, intinya hanya ada:

  • parkiran mobil/bus yang luas
  • monumen yang menggambarkan “Invasi Uhud” dengan legenda dalam bahasa Arab (foto di bawah)
  • pusat informasi turis yang juga semacam kantornya staf-staf jaga di situ
  • satu areal tanah yang dipagar keliling, yang kemudian saya tahu dari internet itu adalah kuburan para syuhada di Perang Uhud –> sayang sekali tidak sempat foto didepannya karena nggak paham itu apa 😦

“Invasion Uhud” illustrated in the monument at Mount Uhud site

Kan, penting banget membekali diri dengan informasi seputar tempat bersejarah yang akan dikunjungi atau berpotensi untuk dikunjungi jadi pas di lokasi nggak celingak-celinguk kaya saya. Singkat banget waktu di setiap spot-nya soalnya… boro-boro sempat baca teks-teks yang tertulis di lokasi, deh! Belum ramainya orang. Jangan berharap ada pemandu wisata yang menjelaskan panjang lebar, kecuali memang pembimbing rombongan Anda bisa berperan sebagai guide juga 😛

Us with Mount Uhud view in the back

Cerita dari mereka yang udah umrah saja malah cuma lihat dari dalam bus, tidak sampai turun seperti kami. Agen saya tidak memberitahukan seputar agenda jalan-jalan kami sebelumnya, tiba-tiba aja berangkat 😀

 

Masjid Qiblatain

Perhentian selanjutnya adalah Masjid Qiblatainyang sesuai namanya, dulu mempunyai dua kiblat. Menurut sejarah, Rasulullah SAW sedang salat menghadap ke Baitul Maqdis di Jerusalem, yang merupakan kiblat saat itu, ketika beliau mendapat wahyu dari Allah SWT dan diperintahkan untuk menghadap ke Ka’bah.

Gorgeous Qiblatain

Masjid Qiblatain exterior architecture

Pemindahan kiblat ini sesuai dengan harapan Rasulullah SAW yang sudah dipendamnya sekian lama sejak masih di Mekkah. Baru ketika beliau sudah pindah ke Madinah-lah doa itu dikabulkan oleh Allah SWT. Itu pun tidak serta-merta, tapi beliau harus bersabar setelah 16 bulan 🙂

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al Baqarah 144)

Dari tempat salat wanita di lantai dua, kiblat yang lama tidak kelihatan sehingga saya pun tidak menyadari saat berkunjung ke sana. Saya pikir memang sudah tidak ada bekasnya, tapi ternyata setelah mencari foto terkait di internet, ternyata ada penandanya di atas pintu keluar ruang salat pria dan di antara foto-foto haji yang kami ambil juga ada satu foto yang sepertinya tak sengaja menangkap penanda kiblat lama tersebut. Posisinya benar-benar saling berlawanan, membelakangi satu sama lain.

Men prayer room Masjid Qiblatain

Men entrance / exit door at Masjid Qiblatain: outside view (left), from inside view (right). Pintu masuk ruang salat pria di Masjid Qiblatain, di foto sebelah kanan terlihat ada penanda kiblat di atas pintu (lebih jelasnya di foto bawah).

Old qibla in the opposite side of the present qibla. Kiblat lama di Masjid Qiblatain.

Yang perlu dicatat dari kunjungan-kunjungan ke masjid ini mungkin adalah perhatian jemaah terkait privasi. Harus hati-hati banget kalo mau motret, apalagi di bagian wanita di mana banyak pemakai wanita Arab ber-niqab (memakai cadar atau menutup keseluruhan wajahnya). Di luar masjid saja mereka sensitif, terlebih lagi di lingkungan masjid. Selain itu juga karena di masjid ekspektasi orang pasti untuk ibadah, tidak terganggu oleh ‘paparazzi’. Hehe.. tapi karena saya sedang tidak salat dan memang tidak melihat ada larangan memotret di sepanjang jalur yang saya lewati, jiwa-jiwa jurnalis saya keluar, deh! padahal ternyata ada tandanya 😀

Just realized such sign was existing when uploading this 😀 (taken by my husband)

Lho, bukannya saya dari awal emang jeprat-jepret di masjid? Iyaaa, tapi beda rasanya pakai kamera di Masjidil Haram dengan masjid-masjid ini. Kalo Masjidil Haram kan memang sepanjang tahun jam berapa pun selalu ramai orang dari mancanegara seperti layaknya destinasi turis, jadi udah pada maklum lah yaa kalo pada ngambil foto dan video. Sementara masjid-masjid yang kami kunjungi di Madinah ini kan lebih banyak orang lokalnya, yang memang niatnya ke masjid untuk salat, dan kondisinya sepi seperti masjid-masjid di Indonesia ketika bukan waktu salat, jadi pasti shock lah kalo ada orang asing ujug-ujug mengekspos wajah serta aktivitas kita. 😯

Women toilet and ablution (wudu) area

Women entrance / exit

Inside view women prayer room of Masjid Qiblatain

Saya langsung menemui contoh nyata betapa wanita-wanita Arab sangat sensitif dengan kamera. Seusai memotret potongan-potongan gambar di atas dan hendak menuruni tangga untuk keluar dari area salat wanita, seorang wanita yang saya sempat lihat berada di gerombolan wanita bercadar (mereka sedang membuka cadarnya saat itu) menahan saya.

Dia mengomel dalam bahasa Arab yang tidak saya mengerti, tapi saya menangkap kata-kata “kodak.. kodak..!” sambil nunjuk-nunjuk kamera saya. Melihat saya tampak tak paham (saya lagi pakai abaya hitam ala mereka waktu itu jadi mungkin dikirain Arab juga.. *pede banget punya muka Arab* LOL), akhirnya keluarlah bahasa Inggris sedikit darinya, meminta saya untuk memperlihatkan foto-foto barusan dan menghapusnya jika ada wajah-wajah mereka.

Saya minta maaf sambil nunjukin kamera saya aja biar dia lihat sendiri nggak ada foto dia. Wong emang saya nggak fokus ke manusia, melainkan bangunannya kok 😛 Untungnya saat itu saya dibantu teman serombongan asal Mesir yang bisa bahasa Arab untuk mendinginkan wanita itu. Fiuhhh.. slamet deh. 😮

Masjid Quba

Masjid ini sekilas mirip penampakan luarnya seperti masjid Qiblatain: sama-sama putih, motif pahatan dan potongan-potongan di bagian atas dinding serupa, layout tempat wudu dan salat juga sejenis.

Masjid Quba at background

Exterior of Quba

Side view of Quba

Navigation in Masjid Quba

Perbedaan mencolok baru kelihatan kalau kita masuk ke dalam masjid:

  • meskipun keduanya berwarna merah, karpet Masjid Qiblatain polos, sedangkan karpet Masjid Quba bercorak
  • mihrab Masjid Qiblatain hanya satu lengkungan yang dikelilingi kaligrafi ayat-ayat Alquran, sedangkan mihrab Masjid Quba punya tiga lengkungan dengan kaligrafi nama Allah SWT dan Rasulullah SAW diatasnya

Panorama inside Masjid Quba

Mungkin keduanya dipugar dalam masa berdekatan dan oleh aktor-aktor yang sama.

Inside the ladies prayer room of Masjid Quba

Quran verse about Masjid Quba

Tak ingin melewatkan pahala salat yang sepadan dengan ibadah umrah di masjid ini, para jemaah yang tidak berhalangan menyempatkan salat sunnah di sini. Salatnya bebas saja sesuai waktu kedatangan.

Ditolak Masuk Masjid Nabawi

Sepulang dari ziyarah kota Madinah dengan rombongan haji, kami diturunkan di depan pintu Masjid Nabawi bagian barat, jalur masuk yang selalu dipakai rombongan kami karena terdekat dari hotel. Saya dan suami memutuskan untuk sekalian menunggu waktu salat di masjid samibil cari makan siang. Googling map sebentar, ternyata yang keluar rating-nya tinggi Al-Baik di bagian selatan masjid seberangnya pemakaman Baqi’. Ya udah deh, dengan senang hati kami berburu fast food ini lagi 😀

Untuk menuju Al-Baik paling cepat kami harus melewati pelataran masjid, jadi saya sempat foto-foto dulu di depan Masjid Nabawi.  Alhamdulillah, akhirnya terpenuhi juga hasrat saya untuk ke sana. Karena sedang berhalangan dan sakit, saya belum pernah ikut ke masjid sejak mendarat di Madinah, bahkan sekedar lewat saja belum.

Finally, Masjid Nabawi!

Masjid Nabawi west side

Masjid Nabawi’s towers

The high-tech great umbrellas of Masjid Nabawi. Terbuka dan tertutupnya payung-payung besar ini menjadi daya tarik utama bangunan masjid.

Guide service in Masjid Nabawi using golf cart. Tur keliling area pelataran Nabawi yang bikin saya pengen naik. Gratis!

Al-Baik yang kami datangi ini lokasinya di lantai dasar sebuah pusat perbelanjaan dengan plang besar terlihat dari luar, tapi kami memilih untuk masuk ke area makan khusus untuk keluarga (family section) yang letaknya di basement tepat di bawah restoran utama.

Family section Al-Baik (King Faisal Road, Madinah branch)

Al-Baik promise. Sebagian dari makanan yang kami pesan dan keisengan sebagai fans beratnya, ngedit motto di selebaran jadi kaya gini. Wkwk

Tak berselera makan banyak, saya pun membawa sebagian pesanan Al-Baik pulang. Kami melewati toko-toko suvenir yang berjejer di sepanjang jalan menuju masjid melingkari area pemakaman Baqi’. Berhubung waktu salat Asar akan segera tiba, saya disuruh pulang duluan sama kangmas karena doi mau ikut jamaah di masjid, tapi saya juga udah pengen banget lihat masjid, jadi saya ikutan. Saya masuk dari King Fath Gate. Tahunya di sana saya di-stop oleh asykar wanita yang bisa berbahasa Indonesia. Katanya saya nggak boleh masuk karena bawa makanan. 😥 Harusnya dimasukkan tas, sih, walaupun ada kemungkinan kena penggeledahan secara acak seperti di Masjidil Haram.

Hiks.. belum rezeki masuk ke masjid. Ya sudah, sekalian nunggu suci aja 😉

Bersambung ke hari ke-14: Senin, 21 Oktober 2013 (16 Dzulhijjah 1434H)

 

Leave a comment

1 Comment

  1. [Diary Haji] Hari #15 – Jelajah Utara Nabawi | .:creativega:.

Wait! Don't forget to leave a reply here.. :D