[Diary Haji] Hari #15 – Jelajah Utara Nabawi


Senin, 21 Oktober 2013 (16 Dzulhijjah 1434H)
Sambungan dari cerita hari ke-14: [Diary Haji] Hari #14 – Ziyarah Madinah

Hari ketiga di Madinah dengan hitungan melewati dua malam dan beberapa jam di hari kedatangan. Kondisi kesehatan saya masih sama seperti hari sebelumnya. Dua teman sekamar mulai tumbang juga sejak kemarin sore seusai tur Madinah. Meski sakit, mereka tetap semangat mengejar salat Subuh berjamaah di masjid dan dengan niat setelah itu akan mengantri masuk Raudhah bareng berkat ajakan teh Armel yang kemarin udah berhasil masuk sana. Saya cuma bisa pasrah sambil gegoleran di atas kasur.. percayalah, flu oleh-oleh pasca haji itu warbyasak! 😦

Karena bertahan di kamar hingga sore hari, praktis saya tidak punya banyak cerita untuk hari ini. Waktu luang yang ada saya manfaatkan untuk mencuci baju dan berkomunikasi dengan keluarga di rumah. Di siang hari suami sempat antarkan makan siang saya dan berbagi cerita hari ini. Doi juga udah berhasil masuk Raudhah dan kalo ada kesempatan bakal nyoba lagi katanya. Saya cuma bisa pasrah sambil berdoa semoga besoknya udah suci, diizinkan salat di masjid dan bisa berdoa di Raudhah juga…

Jalan-jalan Sore di Utara Masjid

Sementara itu, dari hasil diskusi kami baru teringat belum beli oleh-oleh untuk keluarga inti (alias orang tua dan saudara-saudara sekandung). Sejauh ini kami hanya beli snack di Mekkah aja seperti kurma balut coklat. Suami menawari saya pergi hari ini karena lusanya kami sudah kembali ke Jepang. Besok terlalu mepet kalo mau belanja dan packing. Dengan berat hati saya mengiyakan. Para istri ngerti lah gimana ragunya melepas lelaki milih fashion sendiri. Hahaha.. Jadilah kami berangkat menuju bagian utara Masjid Nabawi. Suami pernah beli makan di situ, tapi belum sempat eksplorasi dan penasaran karena katanya kalo mau belanja-belanji ya disitulah yang bener.

Lokasi eksplorasi kami sore hari ini. Klik untuk memperbesarKami memilih jalan di luar kawasan masjid agar lebih cepat dan mudah menemukan jalan. Tinggal melipir pagar hitam masjid saja. Di sepanjang jalan kecil di samping masjid itu pun udah bisa ketemu banyak pedagang yang cuma modal gelar tikar untuk menjajakan dagangannya.

Masjid Nabawi gate, spanning almost entire side of the mosque

At the north side of Masjid Nabawi

Masjid Nabawi view from the north entrance

Another view of the north side of Masjid Nabawi

Clock tower. Kalo di depan Masjidil Haram menara jamnya lebai, di depan Masjid Nabawi ini ukuran dan bentuknya normal 😛

Belanja Gamis dan Abaya

Setelah berjalan mengikuti pagar hitam masjid di sisi barat (berlawanan dengan kubah hijau / pemakaman Baqi’), kemudian belok kanan ke arah King Fahd gate, lalu belok kiri melewati monumen jam, dan belok kiri lagi, tibalah kami di pusat perbelanjaan Taiba yang merupakan perpaduan antara hotel (lantai-lantai atas) dan pasar modern.

Taiba shopping area

Abaya selection: casual (left), for events (right)

Sebelum berangkat kami sudah menetapkan: ibu-ibu dibelikan abaya, bapak-bapak dibelikan gamis. Cari yang jual sih gampang, kan ini pertokoan mirip kaya Tanah Abang di Jakarta atau Pasar Baru di Bandung, tapi dapetin yang modelnya cocok alias nggak norak buat ibu-ibu 50-an dan 60-an tahun itu nggak mudah! Kebanyakan gonjreng-gonjreng gitu, bahkan yang paling kasual sekali pun. Tips memilih abaya ini pernah saya tulis di episode 5.

Ngomong-ngomong soal abaya, mbak-mbak / ibu-ibu wajib beli kalo pergi ke Saudi. Kata ibu saya yang penjahit, walaupun bisa dibuat di Indonesia, tapi kain-kain bahan abaya yang sama persis seperti di Arab (tipis, adem, tapi nggak nerawang) itu susah dicari di Indonesia. Harga normalnya abaya-abaya ini bisa sampai jutaan rupiah, tapi kalo ditawar, bisa sampai setengah harga. Saya sendiri dapat harga seratusan riyal saja (sekitar Rp 300 ribu) untuk abaya hitam kasual dengan manik-manik lengkap dengan kerudungnya. Udah mewah buat saya.. dipakainya cuma kalo ada event macam lebaran atau acara keislaman 😀 Abaya oleh-oleh pun saya pasang budget yang sama.

Agenda selanjutnya setelah abaya di tangan adalah gamis laki-laki. Dibandingkan dengan sorban, peci, atau sajadah, baju one piece untuk laki-laki menurut kami paling unik dan kepakai kalo buat oleh-oleh. Cuma emang harus merogok kocek lebih dalam. Nah, setelah menimbang waktu yang terbatas untuk memilih dan juga keuangan yang mulai menipis (wkwk), akhirnya kami hanya membeli gamis dan abaya untuk kedua orang tua. Selebihnya, kakak-kakak dan adik-adik perempuan kami belikan sajadah tenun ala Syria yang tipis lengkap dengan tasnya. Cantik banget! Yang laki-laki ini yang saya lupa dibeliin apa.. ntar deh ditanyain 😀

Male garment store at Taiba market, Medina

Zam-zam booth

Beberapa tahun kemudian… ini dia hasil berburu abaya dan gamis di Saudi

Gamis putih pria beli di Madinah, abaya hitam beli di Mekkah

Abaya pilihan untuk ibu

Bersambung ke hari ke-16: Selasa, 22 Oktober 2013 (17 Dzulhijjah 1434H)

Leave a comment

2 Comments

  1. [Diary Haji] Hari #16 – Alhamdulillah, Raudhah! | .:creativega:.
  2. Daftar Tulisan Seri “Diary Haji” | .:creativega:.

Wait! Don't forget to leave a reply here.. :D